Assalamualaikum para penikmat baca blog gw. Semoga keadaan sehat selalu dan diberikan rahmat nya dari Allah swt. Ah iya, sebelum nya gw mau mengucapkan Minal Aidzin Walfaidzin, Mohon Maaf lahir dan Batin yaa. Keberkahan bulan puasa tahun 2018 ini semoga menjadikan hati kita lapang untuk saling memaafkan, yang belum bisa memaafkan engga apa-apa masih ada waktu untuk memperbaiki diri, karena proses memaafkan orang lain yang pernah buat kecewa kita itu memang lah sulit. Jadi sabar yaa kawan :)
Bicara soal maaf memaafkan, gw mau singgung sedikit. Ga sedikit orang yang bercerita ke gw tentang pengalaman kekecewaan nya selama dia hidup. Bahkan ada yang sampe bertahun-tahun belom bisa memaafkan orang yang bener-bener bikin dia kecewa. Denger cerita seperti itu, gw langsung berkaca pada diri sendiri. Yes! Gw sampai saat ini pun masih sulit untuk memaafkan seseorang yang udah bikin gw kecewa banget banget, gw pun juga bingung kenapa bisa begitu. Mungkin itu akibat dari kita percaya 100% dengan manusia dan berharap sepenuhnya dengan manusia, sampai akhirnya ketika kita mendapatkan kekecewaan rasa memaafkan sulit untuk terucap. Gw mencoba menggali tentang apa yang gw rasakan, kenapa gw bisa begitu? Kenapa rasanya sulit banget untuk menerima bahwa tiap manusia pasti merasakan kecewa? Kenapa kenapa dan kenapa? Dan akhir nya jawaban itu bisa terjawab ketika gw ikut kajian Itikaf di Masjid Agung Al-Azhar pada hari ke 15.
Pertama kalinya gw melakukan Itikaf. Itikaf dalam bulan Ramadan dapat di artikan sebagai ruang perawatan khusus untuk menghilangkan kanker dosa dari dalam hati. Dilakukan nya dengan cara merenung diri di Masjid dari bada Isya hingga Subuh. Awal nya gw pikir Itikaf itu hanyalah dzikir untuk muhasabah diri, ternyata tidak seperti itu. Di Al-Azhar acara Itikaf itu bener-bener khidmat, ada materi kajiannya juga. Tema materi kajian nya waktu itu adalah "Persiapan diri". Maksud dari tema tersebut yaitu kita di berikan kajian-kajian positif mengenai amalan apa saja yang harus kita persiapkan sebelum menghadap sang maha pencipta yaitu Allah swt.
Ada beberapa amalan Ringan yang ternyata itu berpotensi membuka pintu Surga selebar-lebarnya. Amalan tersebut yaitu Berdzikir kepada Allah, Meridhai Allah, Islam dan Rasullulah, Menuntut ilmu Syar'i, Menahan marah, dan Memaafkan kesalahan orang lain. Dari beberapa amalan yang di sebutkan, satu hal yang masih sulit gw capai yaitu 'Memaafkan' sulit rasanya melihat kebaikan seseorang yang sudah pernah bikin kecewa. Padahal gw sadar betul, dengan cara kita menyimpan rasa marah dan rasa dendam perlahan pikiran kita dalam otak pasti akan ngebentuk persepsi negative terus tentang orang tersebut. Apa lagi, gw jg sadar bahwa manusia bersosialisasi tentu nya akan ada perubahan walau perubahan tersebut tidak tampak, gw jg yakin bahwa manusia hidup untuk berproses menjadi lebih baik.
Ketika selesai kajian, gw sempat ngobrol bareng papah nya mas Rasyid. Kebetulan gw melaksanakan Itikaf bersama adik-adik nya Rasyid serta papah nya. Rasyid engga ikut, karena lagi jauh beda Negara :") . Banyak hal yang gw ceritain ke papah, termasuk tentang sikap gw yang masih belum bisa memaafkan kesalahan orang lain. Lalu papah memberi nasihat dengan kalimat yang bakal gw inget terus, sebenarnya nasihat itu sudah pernah papah berikan ke gw, tapi gw pikir si papah ini adalah type orang tua yang ga pernah bosen untuk mengulang nasihat lama kepada anak-anaknya, so ga heran 3 anak nya si papah, karakter nya ngebentuk banget dari mulai adab, etika, sosial, politik, sampai adab beragama pun ke tiga anak nya papah ini selalu ingat nasihat papah nya, dan di jalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Papah bilang seperti ini:
Air yang lembut dan mengalir, tetap saja akan utuh dan mengalir meskipun di koyak oleh sebilah pedang yang tajam sekalipun.
Tetapi air yang membeku seperti es, ketika ditusuk oleh sebilah pedang tajam, ia akan retak, bahkan bisa pecah dan hancur nak.
Begitupun diri kita, jika pikiran pikiran kita sudah mencair, jika hati kita sudah lembut, maka apapun masalah yang hadir, sudah tidak akan lagi bisa menyakiti hati kita.
Tetapi jika pikiran kita masih beku, hati pun masih keras, maka kita akan sangat mudah “pecah” nak.
Kita akan mudah “pecah” oleh hinaan, pecah oleh caci maki, pecah oleh fitnah, pecah oleh pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan pendapat kita.
Bahkan ketika hati kita sudah “pecah” pun, ternyata masih memiliki resiko untuk kemudian melukai orang lain dengan pecahan luka kita tersebut, dan bahkan “bertabrakan” dengan hati hati yang keras lainnya.
Maka nak, teruslah berusaha mencairkan semua “kebekuan kebekuan” dari pikiran mu, terus lah lembutkan hati mu dengan segala kerendahan hati mu, agar hidup mu dapat terus mengalir, dan dapat terus memberikan manfaat serta kedamaian untuk sekeliling mu.
Mungkin gw butuh waktu. Gw butuh waktu lama buat maafin kesalahan dia, just because I don't have that huge of human of imaan in me. But I know is, if I forgive him, I do it for Allah, not for Him.