Hari ini gw sempet bingung mau nulis apa, sempat terpikirkan ingin menuliskan tentang film documenter Asimetris yang minggu lalu gw tonton di Kapal Rainbow Warrior. Namun tiba-tiba sekelibat lewat di pikiran gw mengenai fenomena Menikah di kalangan manusia jaman sekarang. Iyes! Akhirnya masa itu tiba juga, masa dimana rasa keinginan untuk melabuhkan hati kepada seseoarang untuk melakukan sebuah kegiatan yang sakral nan religius.
Usia gw tahun ini 25 Tahun, di buan July nanti. Usia dimana teman-teman seusia gw sudah beberapa yang pecah telor, alias di pinang oleh pasangan nya masing-masing. Setiap kali gw dateng ke acara sebuah pernikahan, pertanyaan yang selalu di tanya pasti 'kapan nyusul?', sungguh itu amat sangat membuat gw risih sebenarnya. Apa lagi jika gw sedang berkumpul dengan teman-teman sebaya gw, yang udah pada gendong anak, atau yang sedang mempersiapkan pernikahan. Obrolannya ga jauh tentang cerita pernikahan mereka sampe mereka bisa punya anak dan ga jauh juga tentang persiapan pernikahan *yang ingin menikah* untuk bisa bersedia jadi bridesmaid di acara perniakahannya. Dan bagi gw itu kuranglah menarik. Ga di pungkiri, gw pun juga ingin menikah. Namun apakah menikah itu hanyalah sebatas melangsungkan acara resepsi besar-besaran, dan setelah menikah memiliki anak lalu kita akan bahagai selalu? Jawabannya tentu tidak. Kenapa gw bilang tidak?
Banyak di antara kita, yang kadang suka menilai suatu perkara/permasalahan itu hanya di lihat dari satu sudut pandang saja, contoh nya perkara menikah. Kebanyakan dari beberapa orang yang gw tanya apa tujuan mereka untuk menikah yaitu: 1. Untuk bahagia, 2. Menyempurnakan agama 3. Menambah keturunan, dan terakhir 4. Ini sih bagi gw yang paling banyak memberikan alesan 'kenapa menikah?' yaitu takut kesepian dan butuh teman hidup untuk berbagi kehidupan bersama. I don't know what they think, sesempit itu kah manusia berpikir. Iya gw paham, menikah adalah hal yang di damba-dambakan setiap orang, karena bersatunya sepasang kekasih yang saling mencintai dan saling menyayangi. Namun gw akan lebih berpikir lagi lebih dalam dan berpikir lebih jauh, apakah dengan menikah kita akan mendapatkan sebuah kebahagian yang sifat nya absolut? Apakah dengan menikah hari-hari gw ga akan ruwet, seperti hari-hari gw ketika gw masih lajang? Apakah, apakah dan apakah yang lainnya? Banyak pertanyaan yang selalu terbesit di otak gw, hingga akhirnya gw pun menemukan jawaban nya dan bisa memecahkan permsalahan yang terjadi pasca semua orang memberikan pertanyaan tentang 'kenapa menikah?' terhadap gw.
Kalo kalian tanya alesan gw 'kenapa menikah?' gw hanya ingin berbagi keluh kesah serta berbagi pemahaman dari sudut pandang yang berbeda tentang apa yang gw ketahui perihal kehidupan kepada calon suami gw kelak. Dari mulai problema ekonomi, love life, familly, pertemanan, kehidupan sosial, agama, budaya, bahkan pemahaman tentang kemajuan negara serta keberpihakan terhadap rakyat miskin/tertindas. Bukan hanya itu saja, gw ingin ketika suatu saat gw menikah nanti kebahagiaan yang gw dapat bersama pasangan gw bisa di rasakan juga oleh orang-orang yang ada di sekeliling gw. Gw ga pengen ketika gw menikah nanti, pernikahan tersebut menjadi hal yang membuat orang-orang di sekitar gw merasa terbebani. Terbebani disini buka persoalan mengenai financial aja, tapi 'beban' yang gw maksud adalah gw takut ketika gw menikah nanti ada seseorang yang hati nya terluka, gw takut ada beberapa temen-temen gw yang ngerasa diri nya kesepian, karena tersudutkan tentang persoalan 'menikah" yang akhirnya ngebuat temen-temen gw jadi kepikiran, bukan nya merasa ikut bahgaia namun mereka justru iri melihat hal tersebut. Gw juga takut, di saat gw menikah dengan penuh suka cita malah ada orang-orang yang nasib nya ga bisa merasakan apa yang gw rasain, yaitu berbahagia. Dan masih banyak ketakutan-ketakutan gw yang lainnya. Karena menikah itu bukanlah menenetukan sebuah kebahagiaan hidup, justru dengan kita menikah masalah baru akan muncul, cuma yang membedakan kita menghadapinya ga sendirian lagi tapi berdua dengan pasangan kita. Terlalu naif memang, jika menikah hanya memikirkan perasaan-persaan segelintir orang, tapi pernah ga sih terbesit di pikiran kalian bahwa menikah itu kita di minta pertanggung jawabannya, bukan cuma tanggung jawab kita terhadap Allah sang maha pencipta aja, pun juga di minta pertanggung jawabannya terhdap lingkungan sosial, apakah dengan kita menikah hidup selanjutnya akan bermanfaat untuk banyak orang? Atau justru akan menyulitkan banyak orang?
Contoh, setelah melakukan acara Resepsi pernikahan ternyata kita di hadapkan dengan permasalahan mengenai financial bahwa sejati nya kita menikah dengan cara 'berhutang'. Solusi pertama yang biasa nya dilakukan adalah menutupi dengan hasil uang pernikahan dari beberapa undangan. Atau yang paling extream jika hasil uang dari beberapa undangan tidak menutupi hutang nya, tindakan berhutang meminjam ke pihak bank salah satu jalan keluar nya, dan pada akhirnya sebuah kebahagiaan yang di dambakan pasca menikah berujung menjadi sebuah angan saja.
Contoh yang lainnya. Pernah ga sih kalian berpikir bahwa pasangan yang sudah di tetapkan untuk mendampingi kita, tidak semua nya sesuai kriteria yang kita inginkan. Misal, kita pengen banget punya pasangan yang cakep, cantik, ganteng, baik, kuliah nya satu jurusan dengan kita, harus yang tajir melintir, punya mobil biar ga kepanasan kalo jalan kemana-mana, bisa ngebuat kita nyaman, satu profesi dengan kita, pokok nya perfect deh. Gw saranin, kalo kalian cari yang begituan bisa banget, tapi di alam MIMPI. wekawkaweka.. Tidak ada sesuatu hal di dunia ini yang berjalan dengan mulus cuy, apa lagi lo minta pasangan yang segalanya harus sesuai keinginan lo. Lo pikir menikah ajang untuk pilah pilih yang super paling terbaik? Harus di sadari sejak awal, bahwa manusia di ciptain itu semua nya ga sama. Dari mulai isi otaknya, kecerdasannya, emosionalnya, hingga intelektual yang di milkinya tentu banyak perbedaan nya. Gw yang dari kecil di lahirkan dari perut emak gw dan hidup bertahun-tahun sama emak gw aja masih suka debat karena bersebrangan pemikiran. Nah? Lo ketemu sama pasangan lo ketika di usia beranjak dewasa, imposible semua nya bisa berjalan dengan mulus dan sesuai apa yang lo inginkan. Kerena bagi gw kita hidup itu di selimuti dengan berbagai macam perbedaan, tergantung kita menyikapi nya aja bisa menerima atau tidak dengan segala perbedaan yang ada.
Dari kedua contoh yang gw paparkan di atas, sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya, hanya saja gw memberikan yang lebih krusial saja. Setelah gw memaparkan contoh di atas, yang menurut gw relevan dengan beberapa sample yang terjadi di masyarakat, gw pun berpikir kembali, lantas agar tidak salah pilih pasangan ketika ingin menikah, pasangan yang ideal yang harus kita pilih itu bagaiamana?
Sejujurnya, kalo gw di tanya seperti itu. Gw akan bilang ga ada yang Ideal di muka bumi ini. Segala pemikiran yang kita pikirkan itu hanyalah buah dari emosional yang terjadi saat kita memikirkan nya. Gw pribadi pun juga pengen banget sebenarnya menikah dengan pilihan yang sesuai kriteria yang gw inginkan, tapi lagi-lagi sangat di sayangkan hasil pemikiran seperti itu suatu saat nanti akan menjadi boomerang di kehidupan gw selanjutnya, karena gw sadar manusia di ciptakan berbeda-beda, dan perbedaan itu yang harus kita kaji ulang lagi agar bisa hidup berbarengan dengan nyaman dan tentram. Arti nyaman dan tentram disni, bukan berati bahagia melulu, namun kenyamanan dan tentram itu gw artikan sebagai pedoman hidup agar selalu bijaksana dalam menentukan pilihan hidup.
Yang ada di otak gw saat ini, gw menginginkan sekali pasangan atau calon suami yang satu visi dan misi dengan gw, yaitu 'menolong orang' melalui jalur apapun. Misal melalui jalur bisnis, dengan cara berbisnis bersama, dengan konsep bisnis dan tujuan nya untuk 'menolong orang' tanpa harus komersilin hasilnya dan tanpa merugikan pihak lain, gw pikir itu jg salah satu yang bisa kita lakukan bersama-sama. Atau menjadi penggerak perubahan sosial, dengan terjun langsung di berbagai kalangan masyarakat yang mengalami sebuah ketimpangan sosial dan perlu di lindungi segala macam hak-hak nya dari segilitir para ellite politik atau kaum borjouis yang rakus akan kekuasaan dan kekayaan. Pun melakukan dakwah dengan tujan pergerakan perubahan sosial yang melibatkan beberapa masyarakat dari kalangan pemeluk Agama yang berbeda-beda tentunya, dengan pendekatan pemikiran progresif. Gw ingin kelak, calon suami gw tersebut menajdi pemimpin keluarga atau/Imam keluarga yang bijaksana, yang bisa menerima segala kekurangan gw. Begitu pun sebaliknya gw, akan memberi ruang pikiran dan hati gw, untuk selalu dan selalu berfikir bahwa apa yang kita cari di dunia ini bukan persoalan kebahagiaan melulu namun soal seberapa jauh kita bisa menjadi orang yang bermanfaat di lingkungan sekitar.
Ah iya, ada lagi sih beberapa yang gw inginkan tentang calon suami yang gw dambakan. Ini sebenar nya hal yang receh untuk di ceritakan, tapi karena udah terlintas di pikiran gw. So harus gw keluarin dalam bentuk tulisan.
Yups! Karena gw ini orangnya tukang ngomel, dan ontime kalo soal waktu. Gw ingin kelak suami gw bisa meredakan emosi gw yang masih suka meletup-meletup ini, pun juga gw menginginkan calon suami yang bisa mengahragai waktu. Karena bagi gw, orang yang bisa mengatur waktu dalam hidupnya adalah orang yang mampu menghargai dirinya sendiri bahkan bisa menghargai orang lain. Oh iya, gw suka gambar dan gw suka photo, dimana pun gw berada hal yang pertama kali gw lihat adalah instrument sebuah visualisasi. Misal gw sedang berada di keramaian orang-orang, terkadang gw suka memikirkan apa saja kegiatan yang sedang dilakukan orang tersebut, atau makna di balik kegiatan orang tersebut. Yg gw lakukan pasti berdiskusi dengan orang terkait, dan mengambil dokumentasi nya dari kejauhan. Setelah gw melakukan hal tersebut, gw akan story telling tentang apa yang gw lihat atau apa yang gw gambar, dari situ gw berharap kelak calon suami gw bisa mendengarkan segala bentuk imajniasi atau pemikiran yang ada di otak gw dan mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari tentunya yang baik jika ada hal yang buruk yaa di tinggalkan.
Gw juga suka nyanyi. Gw pengen suatu saat nanti memiliki calon suami yang bisa di ajak featuring bernyanyi. Gw bernyanyi sambil main keyboard suami gw bernyanyi sambil main gitar. Kita melakukan nya di sela-sela weekend yang tenang, setelah melakukan banyak kegiatan yang produktif di weekday sebelumnya. Aaaahh rasanya itu hal yang receh banget, namun entah mengapa hal yang kecil seperti itu bisa mempengaruhi keberlangsungan hidup sebagai sepasang suami istri kelak suatu saat nanti.
Pernah suatu waktu gw curhat sama nyokap gw, "Bu, aku takut nanti standard hidup aku jadi naik yang berakibat aku terlalu idealis untuk memilih pasangan hidup". She knew what I was talking about. Dia ngingetin untuk selalu berdoa supaya penyakit hati itu nggak ada, supaya kecintaan kepada dunia nggak melebihi kecintaan kepada Tuhan, dan gw nggak boleh selalu ngeliat ke atas. Karena sesungguhnya kecintaan sama dunia itu membutakan. Buat orang-orang yang sadar, pasti ngeri sama tipu dayanya.
Pada intinya menikah itu bukan persoalan 'ingin' menajdi lebih bahagia atau balap-balapan karena teman-teman seumuran kita sudah menikah, bukan juga menikmati acara resepsi yang super meriah nan megah dan di hadiri oleh kawan-kawan terdekat lalu berfoto bersama kemudian bisa di share di sosial media. Namun di balik sebuah pernikahan ada beberapa hal yang mesti di pikirkan lebih jauh lagi. Karena menikah itu berati berbicara tentang sehidup semati, bayangin dong lo hidup sama orang yang awal nya asing terus lo cintai dan lo sayangi, setahun dua tahun masih fine-fine aja, namun apakah lo ga berpikir 10tahun ke depan nggak bakal ada masalah yang hadir di anatara hubungan pernikahan lo? Buka pikiran dan rubah mindset bahwa nikah hanya untuk bahagia dan mengisi kekosongan. Menikah itu lebih jauh dari kata 'bahagia', menikah itu muncul nya problema baru dalam hidup kita yang mengharuskan diri kita bersikap menjadi bijak dalam masalah yang hadir dalam kehidupan setelah menikah.
Terus gw nggak pengen nikah cepet? Of course gw mau. Tapi realisticaly speaking gw nggak bisa. Kadang manusia suka lupa: everybody has their own problems, conditions and what not. Dan gw 100% sadar betul kendala apa yang gw miliki sekarang, apa yang menahan gw dari moving forward ke life goals lainnya, seberapa berat kendala itu, dan bagaimana cara gw menyelesaikannya. So, I know that getting married isn't on top of my priority. Well, gw emang nggak tau takdir gw. Gw nggak tau kapan Allah bilang gw siap. Kalo ternyata out of the blue gw nikah sekarang, ya bagus. Jodoh udah dateng, masa gw tolak?. But still, to everybody out there, please stop telling me to get married.