Tulisan ini gue dedikasikan untuk para perempuan di luar sana yang sedang berjuang untuk hak-hak perempuan akan kekerasan serta ketimpangan struktural sosial yang terjadi di kalangan masyarakat miskin terkhusus untuk para perempuan. Sebelum menulis ini gw sempet berulang kali membaca tulisan artikel Aktivis Juga Manusia di kanal website nya pinterpolitik.com hal yang gw pikirkan setelah berulang kali membaca artikel tersebut, adalah merenungi nasib para perempuan yang selalu di jadikan sasaran empuk untuk egoisme manusia terutama para kaum lelaki yang menjadikan objek seolah perempuan adalah pemuas nafsu kaum Adam. Why perempuan? Dan kenapa harus selalu perempuan?
Tulisan ini pure true story dari pengalaman yang gw dapet sendiri serta cerita-cerita dari beberapa teman gw yang pernah mendapatkan kekerasan dalam berhubungan Relationship atau pacaran oleh pasanagan laki-laki nya. Untuk itu pertama-tama gw me-warnning, untuk para pembaca menilai bacaan gw ini jangan dari satu sudut pandang saja, namun harus di kaitkan juga dengan beberapa isntrumental yang terjadi secara universal baik buruk nya, bisa di aplikasikan juga jika kalian bisa memposisikan diri kalian berada di dalam karakter yang bakalan gw ceritakan di tulisan gw ini.
Salah seorang sahabat gw, bercerita tentang hubungan Relationship nya ke gw. Tragis! Dia baru berani cerita ke gw ketika hubungan nya sudah putus dengan laki-laki tersebut. Apa yang di ceritakan oleh teman gw ini? Dia megalami kekerasan fisik dan mental ketika menjalani hubugan dengan si lelaki ini. Setiap kali mereka cekcok atau bertengkar laki-laki ini jika emosi pasti selalu memukul temen gw, mukul nya di bagian kepala, tangan dan perut. Suatu ketika, mereka pergi beraktivitas berdua. Sepanjang jalan, dalam keadaan hujan dan sudah larut malam mereka bertengkar. Yang di lakukan laki-laki ini terhadap temen gw, yaitu menurunkan temen gw lalu memukul bagian perut temen gw hingga sampai biru dan lebam, dan temen gw di tinggal pergi. What the fuck! Gw nulis sambil geram sendiri. Lalu yang di lakukan teman gw ini, adalah pergi cari kendaraan umum karena kondisi alam yang kala itu sedang di guyur hujan serta sudah malam. Tiba-tiba dari belakang, laki-laki tersebut menghampirinya, dan memohon maaf atas tindakan yang udah dia lakukan. Kejadian tersebut berlangsung selama mereka menjalani hubungan satu tahun. Tingkat klimaks nya, temen gw sudah mulai untuk menyerah dan memilih untuk menyudahinya adalah ketika laki-laki ini ketahuan menjalin hubungan dengan salah seorang perempuan, alias selingkuh. Temen gw melihat dengan mata kepala nya sendiri dan memergoki laki-laki tersebut sedang memadu kasih dengan perempuan lain. Teman gw pergi, dan menyatakan 'udah selesai'.
Setelah gw telusuri cerita teman gw ini, banyak hal yang gw pertanyakan kepadanya. Salah satu nya, bagaimana dia bisa bertahan dengan laki-laki *ah ingin ku berkata kasar sebenarnya* macam itu. Ternyata itu semua bermula dari perkenalan nya yang berujung mereka berdua merasakan memiliki kesamaan antar dua belah pihak, serta memiliki visi dan misi yang sama juga terakit soal karier. Dari mulai melakukan bisnis bersama, hingga melakukan kegiatan bersma-sama tiap waktu. Nyatanya, hal tersebut berbuah musibah! Temen gw ini bukan cuma mendapatkan kekerasan fisik dan menatl aja, ternyata ini laki-laki juga memiliki jiwa matrealistis yang cukup tinggi. Hampir 10juta uang temen gw ini raip di pakai oleh si laki-laki dengan alasan untuk membangun bisnis bersama alias modal bisnis bersama. Dan sampe sekarang pun laki-laki tersebut tidak memiliki itikad baik untuk memulangkan hak nya temen gw alias duit nya temen gw. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kesel? Bukan main.
Dampak yang hingga saat ini temen gw rasakan adalah, setiap hari dia selalu merasa kesakitan di kepala bagian belakanganya. Terkadang jika kondisi tubuh sedang tidak fit, temen gw bisa jatuh pingsan karena nahan sakit di kepala nya. Sempat gw bujuk untuk di periksa lebih lanjut lagi ke dokter khusus yang menangani gejala tersebut, namun teman gw menolak dengan alasan 'takut dan trauma'. Akhirnya gw pun memberi ruang gerak dia utuk menghargai keputusan nya, karena rasa 'takut dan trauma ' ga bisa di obatin pake dokter sebagus apapun, rasa 'takut dan trauma' hanya bisa di lakukan oleh diri sendiri, dengan cara terapi healling dan itu sulit nya bukan main coy. Sila kalian cek di google bagaimana cara terapi healling ini bekerja, ada yang berhasil cepat ada juga yang berhasil berangsur lama. Tergantung kita menyikapi nya. Ah iya btw, kalian mau tau profesi si laki-laki ini apa? Laki-laki ini berprofesi sebagai Pengacara komersil di salah satu firma hukum. *ketawa bareng yuuukk, sambil nahan napas karena nahan emosi baca nya*
Kekerasan pada hubugan sepasang kekasih pun, ga cuma terjadi di temen gw aja. Namun diri gw pun mengalami hal pait tersebut. Cuma beda cerita dan beda latar belakang serta waktu saja, dan tentu beda pelakunya. Dimulai dari cerita gw yang menajalani hubungan dengan salah satu senior kampus gw, awal pertama megenalnya gw terlalu di buai asmara. Beberapa tahun gw menjalani hubungan bersama nya gw ngerasa seperti ada yang beda, dan memang ada suatu hal yang belum gw tau dan gw pahami tentang pria ini. Tepatnya di tahun 2015, kala itu gw sudah menjalani hubungan bersama nya sekitar dua tahun berjalan. Satu kejaidan yang membuat gw shock adalah mengetahui sifat nya yang selama ini tak terlihat. Kejadiannya sepulang gw kuliah, gw berencana untuk melakukan kegiatan bersama teman-teman gw yaitu berenang. Gw ga sadar ternyata kekasih gw sudah ada tepat di sebelah gw, sedangkan gw masih asik main handphone sambil chattingan dengan teman-teman gw yang ingin renang bersama. Gw akui, temen-temen gw ini ber-gender laki-laki semua, mereka temen deket gw sewaktu SMA, gw pun juga ga lupa untuk mengajak kekasih gw untuk berenang bersama. Kekasih gw pun menolak. Gw tetep kekeuh mau berangkat untuk berkegitan bersama teman-teman gw, belum beranjak dari tempat. Handphone gw tiba-tiba di raih oleh kekaksih gw, apa yang dia lakukan? Banting handphone gw ke lantai. Ga berenti sampe disitu ponsel gw pun di ambil nya lagi, lalu di banting ke aspal. Dan terakhir ponsel gw di buang ke ember gede yang berisi air. Tidak ada kekerasan fisik yang terjadi pada gw kala itu, namun kekerasan mental sudah terjadi gw rasakan. Gw shock, melihat kekasih gw yang gw pikir dia tidak akan pernah melakukan hal tersebut ke gw. Namun itu semua real terjadi di depan mata kepala gw sendiri. Jika kalian tanya kenapa alesan kekasih gw melakukan hal tersebut? 'Cemburu' kalimat yang keluar dari mulutnya.
2016 Awal, keanehan sikap kekasih gw makin aneh gw rasakan. Makin kesini dia memperlakukan gw seenaknya aja. Gw akui, gw adalah type wanita temprament, jika sedang emosi gw itu selalu meletup-letup dan gw lampiaskan secara ga sadar, mau di depan umum tempat sepi bahkan di kereamaian pun gw berani untuk vokal dan ngomel-ngomel. Suatu hari gw badmood, karena janji dan kegiatan yang udah kita rencanakan berdua gagal, dikarenakan kesalahan dan kelalian kekasiah gw ini. Gw ngoceh sepanjang waktu, menyalahkan yang udah terjadi kepada nya. Dia diem, dan akhirnya dia meraih gw lalu melakukan tindakan kekerasan, pundak gw di pukul pake tangan nya sampe memar dan biru. Gw makin shock dan makin engga menyangka lagi, kekasih gw yang selama ini gw puja-puja akan kecerdasan nya dia dalam bidang Ilmu Hukum, serta ilmu-ilmu literasi yang dia dapatkan penuh dengan kebijaksanaan, bisa berbuat kasar seperti itu.
Waktu itu gw belum paham akan tentang issue kekerasan pada perempuan, yg gw tau kala itu kekasih gw amat sangat annoying kelakukannya. Bahkan gw ga kepikiran tindakan hal tersebut bisa gw seret ke ranah persidangan dengan cara, gw melaporkannya ke polisi lalu melakukan Visum Et Repertum. Nyatanya sebagai mahasiswi Hukum, gw tidak bisa melakukan itu karena terbawa dan terhanyut oleh buaian cinta, yang bikin gw buta tidak bisa melihat keadaan tersebut secara rasional.
Klimaks nya, terjadi pada tahun lalu 2017. Kekasih gw tersebut mengikuti serangkaian kegiatan sekolah HAM di salah satu lembaga NGO yang menangani kasus issue HAM di Indonesia. Kekasih gw menjadi salah satu peserta di pelatihan tersebut, bahkan now beliau menjadi bagian/masuk ke dalam struktur organisasi di lembaga tersebut. Gw berharap dengan cara dia mengikuti kegiatan tersebut, bisa menyadarkan pemikiran nya tentang issue pelanggaran HAM yang terjadi, terkhusus issue kekerasan pada perempuan. Nyatanya tidak sampai disitu, musibah kekerasan yang terjadi kepada gw tetap berlanjut. Firasat baik gw mengenai kekasih gw mengikuti kegiatan tersebut yang gw nilai secara positif, nyatanya berbuah negatif. Setelah kegiatan tersebut selesai, gw mendaptkan kabar dari salah seorang teman, bahwa kekasih gw Selingkuh *wkwkwkwk asli gw nulis ini sambil ketawa karena gw menceritakan ini tiap hari dan tiap saat di dalam otak gw, trauma cuy!* dengan salah satu perempuan, yang juga ternyata peserta dalam acara kegiatan tersebut. Mendengar hal tersebut yang gw dapatkan bukan kekerasan fisik, tapi kekerasan batin dan mental. Wanita itu sadar dan paham, bahwa lelaki tersebut sudah ada yang punya *yaelaah yas baru pacaran ehh, belom nikah berlebihan banget lo haha* Wanita itu pun juga menyadari bahwa saat itu gw merasakan hal yang sakit sesakitnya sebagai seorang perempuan. Tapi sangat di sayangkan dengan berlandaskan egois dan cinta, wanita itu beranggapan bahwa mempermainkan perasaan bukanlah suatu tindakan kekerasan, padahal yang gw tau soal kekerasan pada perempuan itu, bukan hanya mencakupi kekerasan fisik namun psikis dan secara moral pun juga bisa di kaitkan dengan kekerasan perempuan.
And again, terakhir kali nya gw bertemu dengan mereka berdua dan terjadi suatu keributan. Rasanya gw mau bunuh mereka berdua kala itu, tapi gw menyadari jika gw melakukan kekerasan kepada ini wanita sama bego nya gw ga jauh kelakuannya kaya wanita tersebut. Lalu apa yang gw lakukan? Gw tampar laki-laki nya, bentuk dari kekecewaan gw yang udah di perlakukan seenaknya aja. Kalian mau tau apa yang di lakukan perempuan ini ketika gw tampar laki-laki nya? Dia mengancam gw, untuk di laporkan ke Polisi atas dugaan kekerasan dan membuat gaduh di lingkungan sekitar/tempat umum yang menyebabkan perbuatan tidak menyenangkan serta mengganggu privacy orang lain. Yang artinya gw bisa di dakwa dengan pasal 335 KUHP, yang mendapatkan hukuman maksimal satu tahun penjara. Duhh, mbaknya gw udah jadi korban kekerasan akibat dari itu laki-laki tapi beginikah balesan yang gw dapat. *kala itu gw mengeluh seperti itu dalam hati*
Dan ini adalah puncak pembahasan yang paling-paling membuat darah naik tiap hari nya. Kalian tau profesi kedua sepasang sejoli tersebut itu apa? Yups, sebagai Human Rights Defenders atau Aktivis pejuang HAM di salah satu lembaga Nasional dan International. Yang tiap hari nya mereka bekerja dengan mengatas namakan Rakyat Miskin dan Rentan, yang selalu berorasi di dalam kegiatannya bahwa mereka memiliki visi dan misi anti kekerasan dengan selogan nya 'I am Humanity' selalu terpatri di hatinya *katanya si gitu*. Disini gw tidak menyalahkan profesi nya, namun sangat di sayangkan kelakuan dan pola pemikiran yang sudah mereka terapkan/lakukan terhadap gw, menimbulkan pemikiran dan penilaian yang negative menurut gw pribadi. Di sisi lain mereka di sanjung-sanjung oleh sebagian orang dan mendapatkan sebuah pengakuan bahwa yang dia kerjakan saat ini adalah berjuang di jalan yang benar, yaitu berjuang melawan kekerasan dan ketidak adilan. Namun di sisi lain mereka jugalah aktor di balik kekerasan di dalam issue pelanggaran HAM terkhusus kekerasan pada permepuan.
Bagaikan fenomena gunung es, hanya bagian kecil yang terpampang/yang terlihat oleh sebagian orang mengenai kekerasan yang terjadi pada perempuan. Namun di balik itu semua ternyata banyak hal yang tersembunyi yang selama ini tak terlihat bahkan tak ada laporan nya sekalipun, alih-alih korban memberi alesan karena takut dan trauma namun di balik itu semua ternyata masih tersimpan sejuta misteri.
Aktivis tetaplah manusia. Yang memiliki dosa, dimana pun dia berada. Sekalipun profesi tersebut mengatas namakan bendera kemanusiaan, namun dia tetaplah manusia yang bisa berbuat baik setulus hati, bisa juga berbuat jahat tanpa mereka sadari. Kejadian ini menjadi pukulan keras untuk gw selalu merenungi setiap kali gw melangkah dalam bergaul ataupun bercakap kepada orang lain. Karena emosional terjadi ketika kita memulai pembicaraan terhadap sesama manusia, lalu 'tindakan' akan terjadi ketika kita sudah bisa menilai tentang baik buruk nya seseorang.
Seperti yang dikatakan April Zhung, jurnalis asal Amerika Serikat dalam Bright the Mag, para aktivis kemanusiaan ini juga harus berhenti memilki rasa 'lebih suci dibandingkan orang lain' karena memiliki waktu, tenaga, dan biaya, untuk membantu kelompok marjinal. Hal ini hanya akan menumbuhkan sifat heroisme semu dan makin jauh dari aksi kebaikan hakiki. Dari sisni ujaran Sokerates soal inteletualisme moral menjadi relevan. Ia pernah berkata bahwa untuk benar-benar memahami pengetahuan moral, seseorang harus paham apa itu kebenaran dan terus mengerjakan kebaikan (one way of understanding genuine moral knowledge is that we know what is right, we will do what's right). Apa yang diucapkan Sokrates, mau tak mau terus memaksa untuk merefleksikan kembali aksi-aksi yang dinilai sebagai bentuk kebaikan. Apakah niat dan aksi kebaikan sudah dan akan terus berjalas lurus? Sebab bagaimana pun, Sokrates tahu kalau niat yang baik untuk memabntu sesama, teranyata belum menjamin akan melahirkan aksi yang baik pula.
Dari cerita yang gw rangkum di atas, tentunya akan menuai kritik dan penilaian dari berbagai macam perspektif. Mungkin ada sebagian orang yang menilai gw dan teman gw ini adalah perempuan 'bodoh', maka dari itu jangan sampe kalian pun menjadi ikutan bodoh seperti kami. Mungkin juga ada yang kasian pada kami. Gw dan teman gw tak perlu di kasihani, karena yang perlu di kasihani adalah kelakuan bejat serta moral manusia nya yang sudah memperlakukan kami tidak baik.
Lantas apakah gw membenci 'mantan' kekasih gw tersebut? Jawaban nya tidak. Akhir tahun 2016 gw datang ke salah satu acara tahunan bertepatan dengan hari HAM International, yang di adakan oleh CADPA (The Coalition for the Abolitions of the Death Penalty in ASEAN) bekerja sama juga dengan beberapa NGO Human Rights di Indonesia. dengan tajuk "End Crime Not Life", di acara ini salah satu talk show atau diskusi public yang bikin gw terpana adalah, tentang salah satu speaker yaitu warga negara Amerika, namun keturunan Jepang *gw lupa nama nya siapa* beliau ini berprofesi sebagai photograper sekaligus aktivis kemanusiaan di berbagai Negara. Dia bercerita kala itu ada seseorang yang melakukan kejahatan kepada dirinya, ketika dia sedang berjalan di salah satu jalan di bilangan New York City, tiba-tiba ada seorang pria normal menghampiri nya dan memukul kepala nya dengan sebuah batu bata, yang mengakibatkan kepala nya beliau itu mengalami kerusakan syaraf hingga saat ini. Namun apa yang dia katakan? Dia berkata "Ketika saya terbangun dari masa koma dalam beberapa minggu, saya masih bisa megingat kejadian tersebut. Saya tidak membenci pria yang sudah berbuat jahat pada saya, namun saya hanya membenci 'kelakukan' yang di perbuatnya oleh saya. Saya yakin, dalam sisi lain pria tersebut juga memiliki suatu kebaikan. Untuk itu saya lebih memilih untuk tidak melaporkan pria tersebut ke jalur Hukum. Dengan saya masih bisa hidup dan melihat anak-anak saya tersenyum pun sudah cukup bagi saya untuk tidak menuntut suatu perbuatan kejahatan pria itu. Kejadian ini akan saya jadikan sebuah pelajaran, dan tentu nya akan saya pedomankan juga kepada anak-anak saya, agar jangan membenci orang yang sudah jahat pada kita, namun cukup bencilah 'perbuatannya' saja, supaya kelak tidak akan terjadi kejahatan-kejahatan selanjutnya" pesan speaker tersebut selalu dan akan gw igat bahkan gw terapkan dalam kehidupan sehari-hari gw. Karena gw yakin, satu keburukan manusia menutupi ribuan kebaikan mansuia itu. Maka itu, gw sudah memaafkan apa yang di perbuat mantan kekasih gw. Dan mencoba untuk melakukan suatu kegiatan aksi positif 'anti kekerasan' agar kelak kejadian yang terjadi pada diri gw dan teman gw tak terulang kembali kepada kalian yang membaca tulisan gw ini. Kehidupan gw dan teman gw saat ini masih normal-normal aja, bahkan menurut gw jadi lebih baik dari sebelum nya. Kita berdua mencoba untuk tetap melakukan sebuah gerakan dengan cara banyak belajar dan banyak diskusi di berbagai macam acara. Dengan begitu, rasa trauma dan kecewa mulai mengikis yaa walau ga akan pernah bisa di lupakan.
Tulisan ini gw tunjukan untuk para manusia yang masih menyebut dirinya 'manusia'. please stop kekerasan tehadap manusia lainnya. Manusia tetaplah manusia, profesi nya apapun itu pastilah mereka memiliki sisi baik pun juga memiliki sisi buruk. Untuk itu, perbanyak menebar kebaikan lebih positif di banding memperbanyak nilai keburukan.
Btw, gw punya beberapa artikel yang ada kaitan nya dengan tulisan ini. Artikel tersebut bisa menjadi bahan renungan kita, ketika ingin melakukan tindakan kekerasan atau tindakan yang buruk. Sila klik link di bawah ini.
Selamat Membaca!